Sunday, March 25, 2007
Menulis, proses menuju keabadian

Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.

Yang mengajar manusia dengan perantara pena.

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

(Qs Al-Alag 1-5)

Begitu tingginya nilai sebuah pengetahuan sehingga wahyu pertama bukan membicarakan mengenai shalat, puasa, zakat, jihad atau yang lainnya. Mengapa demikian ? Sederhana. Sebab perbuatan-perbuatan tersebut hanya bisa dikerjakan jika ada pengetahuan atasnya. Dan jika diperhatikan lebih seksama, wahyu pertama yang diturunkan Allah itu memiliki pola sebagai berikut :

Baca + Baca + Pena = Pengetahuan

Penekanan perintah ‘baca’ hingga dua kali mengindikasikan bahwa kegiatan membaca tidak hanya terbatas antara pertemuan mata dengan rangkaian tulisan. Melainkan lebih pada membaca dalam arti luas, membaca realitas. Membaca adalah aktivitas paling tua di muka bumi. Jauh sebelum orang dapat menulis. Dahulu orang mulai membaca tanda-tanda alam untuk mendukung aktivitasnya. Mereka membaca bintang untuk menentukan arah, membaca angin untuk mengetahui cuaca dll.

Ketika orang memperoleh pengetahun dengan membaca, baiknya ia membagi pengetahuan itu dengan lainnya. Untuk itu diperlukan sebuah senjata : PENA, yang dapat dimaknai dengan menulis. Melalui tulisan pula jejak masa lalu dapat diketahui dan dipelajari. Tulisan-tulisan kuno yang terdapat di dinding goa, batu, prasasti perlahan mampu menguak kemegahan masa lampau.

Bersama tulisan, seseorang mengabadikan pemikiran, ilmu dan pengetahuannya yang akan tetap abadi meski ia telah tiada.

Coba lihat tetralogi Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer, yang telah memberikan paradigma baru dalam sejarah Indonesia. Penulis yang lima kali menjadi nominator nobel bidang sastra ini dianggap berbahaya, hingga akhirnya ia diasingkan di Pulau Buru. Namun itu tidak membuat ia patah arang. Dalam penawanan ia tetap menuliskan pemikiran dan gagasan cemerlangnya. Contoh lain adalah Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie. Idealisme aktivis angkatan 66 ini yang tetap bisa kita teladani hingga saat ini.

Sebuah tulisan dikatakan bagus jika ia menggugah perasaan dan sikap untuk melakukan hal yang lebih baik, tulisan yang mempunyai moral message yang dapat diteladani oleh pembacanya.

Fenomena ini ditangkap oleh Forum Lingkar Pena (FLP), sebuah organisasi pengaderan penulis muda terbesar di Indonesia. Dengan motto: berbakti, berkarya dan berarti, FLP mencoba mengembangkan penulis-penulis yang berorientasi pada “pencerahan”. Tidak mudah memang. Butuh proses yang lama agar seorang penulis mampu menghasilkan karya terbaiknya. Tapi dengan disiplin dan komitmen yang tinggi, hal tersebut akan tercapai.

Jadi, mulailah berproses, saat ini juga ………

(Tulisan ini didedikasikan untuk Alm. Aminuddin, anggota FLP Bekasi yang meninggal dunia pada Oktober 2006. Semoga amal ibadahnya di terima oleh Allah SWT)

posted by Wiwiek Sulistyowati @ 4:03 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 

Free shoutbox @ ShoutMix
ine for links -->
Selamat datang !!! Selamat membaca cerita-cerita seru, unik, kocak dan penuh haru biru. Setelah sekian lama pengen punya blog, akhirnya kesampaian juga (alhamdullilah) soalnya saya merasa udh ga jamannya lagi nulis di diary. Kuno gitu loch. Well, semoga anda menikmati cerita-cerita ini
About Me

Name: Wiwiek Sulistyowati
Home: Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
About Me: cute,maniez and nice
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox
Powered by

Isnaini Dot Com

BLOGGER