Thursday, March 29, 2007
Menggapai Atap Pulau Jawa (Mahameru 3,676 mdpl)

Menggapai Atap Pulau Jawa (Mahameru 3,676 mdpl)

Konon pada abad ke-15 Pulau Jawa pada suatu saat mengambang di lautan luas, dipermainkan ombak ke sana-kemari. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.

Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa dan menggendong gunung itu dipunggungnya. Sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.

Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau. Bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru.

Tiba di Stasiun Pasar Turi, Surabaya pukul 06.30, saya dan rombongan bergegas melanjutkan perjalanan menuju Malang. Beberapa mobil carteran telah menunggu kami di depan stasiun. Setibanya di Malang kami berganti kendaraan menuju pasar tumpang. Di sini para pendaki bisa membeli perlengkapan logistik seperti beras, sayuran atau kebutuhan lainnya. Perjalanan dilanjutkan menuju Desa Ranupane (2.100 m) yang merupakan desa terakhir dan tempat pemeriksaan serta pos untuk melapor bagi para pendaki untuk naik.

Setelah memeriksa perbekalan dan beristirahat di Ranu Pane, tepat pukul 17.30 kami memulai pendakian. Jalur yang kami lalui cukup landai dan didominasi tumbuhan alang-alang. Sesekali kami harus melompati pohon yang tumbang atau menghindari ranting-ranting pohon. Kami harus menempuh jarak 15 km untuk tiba di Ranu Kumbolo yang merupakan camp pertama.

Ranu Kumbolo (2,400 mdpl)

Jarum jam menunjukan pukul 01.00 ketika saya tiba di Ranu Kumbolo. Suhu udara bisa mencapai 8-10 derajat celsius pada malam hari. Malah kadang-kadang terdapat serpihan es disela rerumputan. Tanpa menunggu lagi, saya langsung masuk ke tenda dan bergelung dalam sleeping bag yang cukup hangat.

Hembusan hawa dingin dari luar tenda membuat saya terbangun. Pemandangan indah langsung terlihat begitu saya membuka tenda. Danau dengan air yang cukup jernih dan cahaya matahari menembus celah bukit cukup membuat saya terkagum-kagum. Ranu Kumbolo yang luasnya 14 ha memang cukup ideal sebagai tempat transit. Air danau dapat dijadikan bekal perjalanan selanjutnya. Setelah sarapan dan berbenah kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati.

Sebuah bukit terjal langsung menghadang. Bukit terjal itu disebut tanjakan cinta. Menurut mitos, jika seseorang berhasil mendaki tanjakan itu tanpa berhenti ditengah jalan dan menengok ke belakang sambil menyebut nama orang yang disukai, niscaya ia akan mendapatkannya. Namun jerih payah itu akan terbayar setibanya di atas bukit. Pemandangan indah ke arah danau dengan latar belakang bukit, sungguh memesona. Jalur menuju Kalimati berupa tanah yang sangat berdebu. Para pendaki disarankan untuk menggunakan masker untuk menghindari debu.

Kalimati (2,700 mdpl)

Setelah 3 jam berjalan, kami tiba di Kalimati. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun. Bisa dibilang Kalimati merupakan camp terakhir sebelum menuju Puncak Semeru. Sebenarnya kami dapat juga berkemah di Arcopodo. Tetapi kondisi tanahnya kurang stabil dan sering tenjadi longsor di kawasan tersebut. Kami mempunyai banyak waktu untuk beristirahat guna menyiapkan tenaga untuk menuju puncak.

Pukul 23.00 kami bersiap diri. Semua barang bawaan kami tinggal .Kami hanya membawa minuman secukupnya. Tidak lupa kami membawa tabung oksigen karena diketinggian 3,000 meter udara akan semakin tipis. Mendaki Gunung Semeru harus menggunakan perhitungan yang cermat. Ancaman gas beracun menanti para pendaki. Pendaki disarankan untuk tiba dipuncak sebelum jam 10.00 karena pada jam 10.00 arah angin yang membawa gas beracun mengarah ke puncak. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajat celcius.

Dua jam kemudian kami tiba di Arcopodo. Arcopodo yang berada pada ketinggian 2.900 mdpl, adalah wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru. Selebihnya kami akan melewati bukit pasir. Inilah bagian tersulit dalam pendakian Semeru. Butiran pasir yang halus dan tingkat kemiringan yang curam membuat kami berjalan sangat lambat. Betapa tidak, setiap satu langkah ke depan langsung diiringi dengan mundur tiga langkah ke belakang. Kadang kala saya harus merayap. Dengan menggunakan kedua tangan dan lutut, cara ini dinilai cukup efektif walaupun lambat. Tidak bisa dipungkiri kalau stamina prima dan kesabaran sangat diperlukan untuk mencapai puncak Semeru.

Kehati-hatian mutlak diperlukan. Salah jalur bisa fatal akibatnya. Jurang di sisi kanan dan kiri mengganga, menanti pendaki yang ceroboh. Belum lagi ketelitian untuk mencari pijakan yang tepat. Jika kita menginjak batu yang labil, batu itu akan langsung meluncur ke bawah dan membahayakan jiwa pendaki lainnya.

Puncak (bukan) segalanya

Setelah berjibaku selama lima jam, rasa lelah kembali menyerang. Jam ditangan sudah menujukan pukul 8.30. Puncak Mahameru terasa begitu dekat mungkin hanya sekitar 300 meter. Namun tenaga saya sudah terkuras. Ingin rasanya memaksakan diri untuk melanjutkan pendakian, mengingat impian saya untuk menjejakkan kaki di puncak Semeru tinggal sedikit lagi. Kembali saya mencoba berdiri dan melangkah. Namun apa daya, energi saya benar-benar habis saat itu. Dengan berat hati saya memutuskan untuk turun dan berharap suatu saat nanti saya dapat mencapai impian saya.

posted by Wiwiek Sulistyowati @ 6:36 AM   0 comments
Sunday, March 25, 2007
You are special
Suatu hari penceramah membuka seminarnya dengan cara yang unik. Sambil memegang uang pecahan 100 ribu, ia bertanya kepada hadirin, “Siapa yang mau uang ini?” Tampak banyak tangan diacungkan. Pertanda banyak peminat.

“Saya akan berikan ini kepada salah satu dari anda sekalian, tapi sebelumnya perkenankan saya melakukan ini.”

Ia berdiri mendekati hadirin. Uang itu diremas-remas dengan tangan sampai berlipat-lipat. Lalu bertanya lagi, “siapa yang mau uang ini?”

Jumlah tangan yang teracung tak berkurang.

“Baiklah” jawabnya. “Apa jadinya bila saya melakukan ini?” ujarnya sambil menjatuhkan uang itu ke lantai dan menginjak-injak dengan sepatunya. Meski masih utuh, kini uang itu jadi amat kotor dan tak mulus lagi. “Nah, apakah sekarang masih ada yang berminat?” Tangan-tangan yang mengajung masih tetap banyak.

“Hadirin sekalian, anda baru saja menghadapi sebuah pelajaran penting. Apapun yang terjadi dengan uang ini, anda masih berminat karena apa yang saya lakukan tidak akan mengurangi nilainya. Biarpun lecek dan kotor, uang itu tetap bernilai 100 ribu,” kata sang penceramah.

Dalam kehidupan ini, kita pernah beberapa kali terjatuh, terkoyak dan belepotan kotoran akibat keputusan yang kita buat dan situasi yang menerpa kita. Dalam kondisi seperti itu kita merasa tak berharga, tak berarti. Padahal apapun yang terjadi dan akan terjadi, Anda tidak akan kehilangan nilai dimata mereka yang mencintai Anda.

Jangan pernah lupa - anda special ………….

posted by Wiwiek Sulistyowati @ 4:05 AM   0 comments
Menulis, proses menuju keabadian

Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.

Yang mengajar manusia dengan perantara pena.

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

(Qs Al-Alag 1-5)

Begitu tingginya nilai sebuah pengetahuan sehingga wahyu pertama bukan membicarakan mengenai shalat, puasa, zakat, jihad atau yang lainnya. Mengapa demikian ? Sederhana. Sebab perbuatan-perbuatan tersebut hanya bisa dikerjakan jika ada pengetahuan atasnya. Dan jika diperhatikan lebih seksama, wahyu pertama yang diturunkan Allah itu memiliki pola sebagai berikut :

Baca + Baca + Pena = Pengetahuan

Penekanan perintah ‘baca’ hingga dua kali mengindikasikan bahwa kegiatan membaca tidak hanya terbatas antara pertemuan mata dengan rangkaian tulisan. Melainkan lebih pada membaca dalam arti luas, membaca realitas. Membaca adalah aktivitas paling tua di muka bumi. Jauh sebelum orang dapat menulis. Dahulu orang mulai membaca tanda-tanda alam untuk mendukung aktivitasnya. Mereka membaca bintang untuk menentukan arah, membaca angin untuk mengetahui cuaca dll.

Ketika orang memperoleh pengetahun dengan membaca, baiknya ia membagi pengetahuan itu dengan lainnya. Untuk itu diperlukan sebuah senjata : PENA, yang dapat dimaknai dengan menulis. Melalui tulisan pula jejak masa lalu dapat diketahui dan dipelajari. Tulisan-tulisan kuno yang terdapat di dinding goa, batu, prasasti perlahan mampu menguak kemegahan masa lampau.

Bersama tulisan, seseorang mengabadikan pemikiran, ilmu dan pengetahuannya yang akan tetap abadi meski ia telah tiada.

Coba lihat tetralogi Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer, yang telah memberikan paradigma baru dalam sejarah Indonesia. Penulis yang lima kali menjadi nominator nobel bidang sastra ini dianggap berbahaya, hingga akhirnya ia diasingkan di Pulau Buru. Namun itu tidak membuat ia patah arang. Dalam penawanan ia tetap menuliskan pemikiran dan gagasan cemerlangnya. Contoh lain adalah Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie. Idealisme aktivis angkatan 66 ini yang tetap bisa kita teladani hingga saat ini.

Sebuah tulisan dikatakan bagus jika ia menggugah perasaan dan sikap untuk melakukan hal yang lebih baik, tulisan yang mempunyai moral message yang dapat diteladani oleh pembacanya.

Fenomena ini ditangkap oleh Forum Lingkar Pena (FLP), sebuah organisasi pengaderan penulis muda terbesar di Indonesia. Dengan motto: berbakti, berkarya dan berarti, FLP mencoba mengembangkan penulis-penulis yang berorientasi pada “pencerahan”. Tidak mudah memang. Butuh proses yang lama agar seorang penulis mampu menghasilkan karya terbaiknya. Tapi dengan disiplin dan komitmen yang tinggi, hal tersebut akan tercapai.

Jadi, mulailah berproses, saat ini juga ………

(Tulisan ini didedikasikan untuk Alm. Aminuddin, anggota FLP Bekasi yang meninggal dunia pada Oktober 2006. Semoga amal ibadahnya di terima oleh Allah SWT)

posted by Wiwiek Sulistyowati @ 4:03 AM   0 comments
My frist sunrise at Semeru

Lereng Semeru , 04.30 wib

Sudah dua jam aku berjalan atau lebih tepatnya merayap di lereng Semeru ini. Lelah, dingin dan haus. Bekal air minumku sudah habis satu jam yang lalu. Beruntung tadi sempat bertemu seorang teman dan meminta air minum barang seteguk dua teguk. Ah, seandainya saja aku tidak menerima ajakan temanku untuk ikut mendaki, mungkin saat ini aku sedang asyik dibuai mimpi dalam kamar tidurku yang hangat. Tapi tidak. Aku sama sekali tidak menyesal.

Mendaki Gunung Semeru adalah salah satu impianku. Cerita tentang medan yang menantang dan beratnya jalur yang ditempuh, makin memperbesar keinginanku untuk menaklukkan gunung tertinggi di pulau jawa itu. Dengan ketinggian 3,676 mdpl, Semeru merupakan salah satu gunung favorit bagi para pendaki di Indonesia dan luar negeri. Terbukti saat itu aku bertemu seorang pendaki dari Malaysia

Setelah beristirahat, aku mencoba berdiri dan melangkah. Hap! Aku berhasil maju selangkah. Namun pasir yang labil dan halus langsung membuat aku mundur tiga langkah ke belakang. Lereng Semeru memang terdiri dari pasir hitam yang lembut sehingga membuat kaki berat untuk melangkah. Belum lagi tingkat kemiringannya yang cukup curam makin mempersulit pendakian. Itulah sebabnya kadang aku harus merayap perlahan. Dengan menggunakan kedua tangan dan lutut, cara ini dinilai cukup efektif walaupun lambat. Tidak bisa dipungkiri kalau stamina prima dan kesabaran sangat diperlukan untuk mencapai puncak Semeru.

Perlahan namun pasti aku kembali melangkah. Berbekal senter kecil aku harus pandai memilih jalur yang tepat. Salah jalur bisa fatal akibatnya. Jurang di sisi kanan dan kiri mengganga, menanti pendaki yang ceroboh. Belum lagi kehatian-hatian untuk mencari pijakan yang tepat. Jika kita menginjak batu yang labil, batu itu akan langsung meluncur ke bawah dan membahayakan jiwa pendaki lainnya. Aku jadi teringat kalau Soe Hok Gie, seorang aktivis tahun 60-an, juga pernah mendaki Semeru 37 tahun yang lalu. Namun, malang ia meninggal ketika tiba di puncak gara-gara menghirup gas beracun. Ya, gas beracun adalah salah satu bahaya dalam mendaki Gunung Semeru, tentu saja selain masuk jurang dan tersesat. Butuh rencana matang untuk mendaki Semeru. Para pendaki harus tiba di puncak sebelum pukul 9.00. Karena pada pukul 10.00 angin akan merubah arah gas beracun dan membahayakan pendaki.

Sudah dua puluh menit aku berjalan, namun hanya membuat bergeser dua meter dari tempat semula. Lelah kembali menyerang. Aku memutuskan untuk beristirahat. Aku menatap langit. Terlihat garis tipis berwarna orange. Garis itu makin lama makin memanjang. Warnanya berubah menjadi merah semu kuning yang terus menerus meluas menyising gelap ke sisi barat, meninggalkan biru-lembayung yang menyusul di belakangnya. Tiba-tiba terlihat seiris tepi cakram raksasa berwarna kuning kemerahan menyembul dari balik kapas putih. Ketika cakram itu tersembul dari cakrawala, segera terbentuk galur cahaya yang memoles hamparan awan kelabu menjadi putih, semakin memanjang selaras waktu. Langit semakin menyala bagai kobaran api.

Subhanallah, sungguh indah dan menakjubkan. Ini adalah sunrise pertamaku. Jauh lebih indah dari yang aku bayangkan sebelumnya. Ketika aku melihat ke bawah sebuah keajaiban lain terlihat. Jauh di bawah sana gumpalan awan bak permadani putih yang lembut terhampar luas tanpa batas. Sungguh ini merupakan pemandangan yang akan selalu aku ingat. Rasa lelah dan dingin terbayar sudah oleh mahakarya yang terhampar di depan mata. Ah, seandainya saja aku bisa menikmati keindahan ini lebih lama lagi…

Sayang aku harus melajutkan perjalanan. Puncak Semeru masih 500 meter lagi.

Mahameru, September 2005

posted by Wiwiek Sulistyowati @ 4:01 AM   0 comments
Pernah candle light dinner ga? gue pernah dong ....

Duh, pengen ketawa kalo inget kejadian ini. Jika dalam benak kalian, candle light dinner yang gue lakukan kayak di film-film, yaitu di suatu restoran mewah, ada live music, suasana hangat dan romantis dan setangkai mawar merah ada di atas meja, kalian semua salah besar!

Begini ceritanya. Waktu itu, gue pulang ke rumah dan ditemani oleh seorang cowok, inisialnya W. Nah, sebelum sampai rumah, kita mampir dulu untuk beli ayam bakar dan berencana untuk di bawa pulang (makan dirumah gue). Sampailah di rumah gue. Lagi nyiapin piring dan menata meja, tiba-tiba lampu mati. Wah, untung ada lilin. Akhirnya bisa ditebak deh, kita berdua makan gelap-gelapan ditemani cahaya lilin yang temaram. Romantis juga sih. Dia sempet bilang kalau PLN baik coz akhirnya dia bisa candle light dinner ama gue. Taela ……

Besok dia bilang, kalo kejadian malam itu adalah hal yang terindah bagi dirinya .Suit…suit…

Sayangnya, kita mesti pisah coz dia dipindahkan ke Semarang.

Terakhir dapat kabar, dua tahun yang lalu, kalo dia udah merit. Duh, jadi nyesel, kenapa dulu gue nolak dia ya ? …..

posted by Wiwiek Sulistyowati @ 3:59 AM   1 comments
Saturday, March 24, 2007
Jadi ketua FLP Cabang, tapi kok belum punya buku ?
Minder dan ga pede, itulah rasa yang saya rasakan ketika bertemu dengan anggota FLP yang lain. Apalagi kalo ada pertemuan antara ketua FLP seJabotabek. Karena diantara Billy (ketua DKI) dan Koko (ketua Depok) cuma gue aja yang belum punya buku. Gubraks! sumpah malu banget.
Tapi gue tetep berusaha kok untuk bikin nulis, walau gue pikir novel is not my choice caoz I prefer to write non fiction or jurnalism report. ehm... banyak ide.. ide sih but, kayaknya masih perlu waktu deh untuk merealisasikannya. Anyway, jangan sampe resign jadi ketua tapi belum ada satu buku juga. Deuh... malu banget. Untung masih ada waktu sampe 2008 he..he....
But, time is flying deh. So, better gue musti strat sekarang neh.
Doain bisa ya!
posted by Wiwiek Sulistyowati @ 4:10 AM   0 comments

Free shoutbox @ ShoutMix
ine for links -->
Selamat datang !!! Selamat membaca cerita-cerita seru, unik, kocak dan penuh haru biru. Setelah sekian lama pengen punya blog, akhirnya kesampaian juga (alhamdullilah) soalnya saya merasa udh ga jamannya lagi nulis di diary. Kuno gitu loch. Well, semoga anda menikmati cerita-cerita ini
About Me

Name: Wiwiek Sulistyowati
Home: Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
About Me: cute,maniez and nice
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox
Powered by

Isnaini Dot Com

BLOGGER